c'mon comrade

Monday, August 1, 2011

Berwisata Ke Taman Buaya

Mau melihat buaya hidup sebanyak kira-kira 2.800 ekor? Datang aja ke lokasi penangkaran buaya milik Lo Than Muk, 80, di Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang di Jalan Bunga Raya II Kota Medan, Sumatera Utara. Gak cuma jumlahnya yang banyak, di penangkaran itu juga, kamu bisa temuin buaya yang usianya 32 sampai 50 tahun. “horror sangat..!” ujar Rafidah, mahasiswi kedokteran UISU yang berkunjung ke penangkaran buaya.

Areal penangkaran ini seluas satu hektar lebih. Menurut Robert, anak Lo Than Muk, awalnya ayahnya hanya iseng memelihara buaya kecil 12 ekor yang didapat dari sungai-sungai yang ada di Kota Medan. Dari situ kemudian buayanya terus berkembang biak. Akhirnya, dibukalah penangkaran buaya pada tahun 1959 dan sempat tenar sebelum tahun 1998 sebagai objek wisata andalan Kota Medan. Ayahnya membangun 78 bak penangkaran buaya, dan setengah hektar tanah dibuat semacam danau di dalam penangkaran ini. So,pengunjung bisa dengna mudah melihat-lihat aktivitas keluarga buaya. Jangan khawatir, danau ini udah dipagari tembok panjang setinggi 3 meter kok. Agar terlihat oleh pengunjung, danau ini diberi pagar besi jaring-jaring pengaman.

Sebagai obyek wisata yang telah diakui oleh Pemko Medan, penangkaran ini begitu sederhana, cool dan berwibawa banget. Tapi, kesan seremnya udah kelihatan saat kaki kanan dilangkahkan. Masalahnya, populasi buaya yang besar membuat pemiliknya menjadi kelabakan menyediakan makanan buaya, termasuk biaya pawang, pemeliharaan dan perawatan. “buaya-buaya ini membutuhkan satu ton daging segar setiap hari. Sementara sumber pembiayaan, kami hanya mengandalkan harga tiket masuk dari para pengunjung” ujar Robert. Setidaknya dibutuhkan dana 1 juta perhari untuk biaya makanan, itu pun tidak semua buaya mendapatkan mangsa pakan setiap harinya, yang berasal dari ternak yang mati seperti ayam dan bebek. “Bagi penduduk Kota Medan yang memiliki ternak lembu, kerbau, babi dan kambing yang mati, biasanya di bawa ke tempat penangkaran ini” tambahnya.

Pada hari-hari biasa tempat ini sepi dari pengunjung. Tapi kalo pas hari libur terutama libur hari-hari raya besar, tempat ini masih ramai dikunjungi warga yang ingin melihat ekowisata buaya. Pengunjung dapat menikmati suasana pemberian makan buaya yang dilakukan satu kali dalam sehari pada pukul 17.00 WIB.


Selain itu, dengan biaya 30 ribu rupiah untuk membeli pakan yang telah disiapkan oleh pemiliknya, pengunjung juga bisa memberi makan sendiri ke buaya-buaya. Hiburan lain di tempat ini, seorang pawang bernama Supriyadi akan melakukan atraksi buaya bersama seekor babon (kera) dengan membayar 50 ribu rupiah sudah bisa berfoto bersama dengan buaya dengan duduk diatasnya.


Konon katanya, penangkaran buaya ini adalah penangkaran buaya terbesar di dunia yang dikelola secara tradisionil loh. Meski begitu, doku yang kudu kamu siapin untuk masuk ke penangkaran ini murah banget. Cuma 5000 perak untuk orang dewasa dan 3000 perak untuk anak-anak.

Well, selamat menyaksikan keluarga buaya.

Areal penangkaran ini seluas satu hektar lebih. Menurut Robert, anak Lo Than Muk, awalnya ayahnya hanya iseng memelihara buaya kecil 12 ekor yang didapat dari sungai-sungai yang ada di Kota Medan. Dari situ kemudian buayanya terus berkembang biak. Akhirnya, dibukalah penangkaran buaya pada tahun 1959 dan sempat tenar sebelum tahun 1998 sebagai objek wisata andalan Kota Medan. Ayahnya membangun 78 bak penangkaran buaya, dan setengah hektar tanah dibuat semacam danau di dalam penangkaran ini. So,pengunjung bisa dengna mudah melihat-lihat aktivitas keluarga buaya. Jangan khawatir, danau ini udah dipagari tembok panjang setinggi 3 meter kok. Agar terlihat oleh pengunjung, danau ini diberi pagar besi jaring-jaring pengaman.

Sebagai obyek wisata yang telah diakui oleh Pemko Medan, penangkaran ini begitu sederhana, cool dan berwibawa banget. Tapi, kesan seremnya udah kelihatan saat kaki kanan dilangkahkan. Masalahnya, populasi buaya yang besar membuat pemiliknya menjadi kelabakan menyediakan makanan buaya, termasuk biaya pawang, pemeliharaan dan perawatan. “buaya-buaya ini membutuhkan satu ton daging segar setiap hari. Sementara sumber pembiayaan, kami hanya mengandalkan harga tiket masuk dari para pengunjung” ujar Robert. Setidaknya dibutuhkan dana 1 juta perhari untuk biaya makanan, itu pun tidak semua buaya mendapatkan mangsa pakan setiap harinya, yang berasal dari ternak yang mati seperti ayam dan bebek. “Bagi penduduk Kota Medan yang memiliki ternak lembu, kerbau, babi dan kambing yang mati, biasanya di bawa ke tempat penangkaran ini” tambahnya.

Pada hari-hari biasa tempat ini sepi dari pengunjung. Tapi kalo pas hari libur terutama libur hari-hari raya besar, tempat ini masih ramai dikunjungi warga yang ingin melihat ekowisata buaya. Pengunjung dapat menikmati suasana pemberian makan buaya yang dilakukan satu kali dalam sehari pada pukul 17.00 WIB.


Selain itu, dengan biaya 30 ribu rupiah untuk membeli pakan yang telah disiapkan oleh pemiliknya, pengunjung juga bisa memberi makan sendiri ke buaya-buaya. Hiburan lain di tempat ini, seorang pawang bernama Supriyadi akan melakukan atraksi buaya bersama seekor babon (kera) dengan membayar 50 ribu rupiah sudah bisa berfoto bersama dengan buaya dengan duduk diatasnya.


Konon katanya, penangkaran buaya ini adalah penangkaran buaya terbesar di dunia yang dikelola secara tradisionil loh. Meski begitu, doku yang kudu kamu siapin untuk masuk ke penangkaran ini murah banget. Cuma 5000 perak untuk orang dewasa dan 3000 perak untuk anak-anak.


Well, selamat menyaksikan keluarga buaya.


0 komentar:

Post a Comment

 
Free Host | lasik eye surgery | accountant website design