c'mon comrade

Sunday, May 15, 2011

Runtuhnya Aloneisme Seroja

Jatuh cinta adalah hal langka buat Seroja. Artinya, belum bertambah penghuni lain di hatinya setelah keluarga dan sahabat. Bukan karena tak ada kumbang yang ingin singgah atau bahkan sekedar melirik, tapi Seroja lebih memilih sendiri ketimbang berduaan dengan seseorang yang tak jelas dan tak pasti. Jadi, lelaki manapun yang datang, pasti ia tolak.

Kalau dipikir-pikir, siapa yang tak tertarik saat melihat kecantikan seroja. Primadona sekolah, berparas molek dan lembut. Coretan tegas pada rahang wajahnya, menggambarkan bahwa ia mewarisi darah Melayu dan Batak dari orangtuanya. Kulit kuning langsatnya halus mulus, rambut mayang mengurai yang jatuh lemas di bahunya, mata tajam seperti elang, bibir tipis merah merekah, alis hitam tebal serta dagu yang terukir indah. Nyaris tak ada cela. Ditambah lagi sifatnya yang ramah dan sopan. Nampak elegant. Pas betul dengan namanya: Wan Seroja. Selain itu, ia banyak mengantongi prestasi. Sebagai juara I lomba Prana dan Dara kota Tanjungbalai, juara I lomba tari melayu serampang 12 tingkat SMA, juara 3 lomba debat bahasa inggris se-SMA dan masih banyak lagi prestasi yang ia torehkan. Meski prestasinya tersebut terkadang sedikit mengganggu nilai pelajaran sekolahnya. Ia hanya menempati posisi 6 atau 7 di kelas. Belum bisa mengungguli posisi sahabatnya, Melany yang kerap nangkring di 3 besar. Tapi, karena popularitasnya di sekolah, Seroja kerap menjadi sasaran empuk gosip anak-anak majalah KISS.

Dibalik prestasi dan sikap ramahnya itu, Seroja sedikit keras kepala bahkan sulit dilunakkan jika sudah meyakini kebenaran pendapatnya sebelum ada pendapat teoritis dan empiris yang mampu menyangkal, bahwa dia telah keliru. Terkadang tanpa ia sadari, emosinya mendominasi. Kalau sudah begitu, hanya Melany yang bisa memahami dan berusaha meredakan amarahnya.

Kabarnya, Seroja tak lagi sendiri. Alias sudah punya pacar. Meski ia lebih senang menyebut lelaki itu sebagai teman dekat, tapi tetap saja siswa di sekolah heboh membahas kehidupannya. “aku hanya berusaha melakukan yang terbaik, Mel. Kalau aku nggak mau pacaran, itu prinsip. Kalau aku memutuskan menikah yang sebagian orang bilang terlalu cepat, itu adalah pilihan. Aku sadar dengan resikonya, dan akan menghadapinya”. Ia melepaskan pandang ke hamparan rumput azalea pada taman komplek rumah.

“hmm… aku yakin semua keputusan itu sudah kamu pikirkan baik-baik”. Tutur Melany. “boleh aku tahu, kapan dan dimana kau bertemu abrar?”

Wajah seroja memerah tersipu malu. Cukup berat ia menceritakan pertemuannya dengan Abrar. Bukan karena menutup-nutupi, tapi baginya, cinta adalah hal rumit untuk diungkapkan. “4 bulan lalu, saat aku, Ayah dan bunda umroh. Kau masih ingat kan Mel, waktu aku izin tidak masuk sekolah karena umroh 10 hari?” tanya Seroja.

“ya”

“setelah menyelesaikan semua ibadah umrah, kami bertandang ke rumah paman Hamid di kota Al-‘Ula, Madinah. Disitulah aku ketemu Abrar. Dia liburan kuliah. Rupanya, dia juga masih keponakan paman. Aku juga gak terlalu care waktu itu. Makanya cuma kenalan dan ngobrol sebentar, selanjutnya Abrar ngobrol sama paman dan orangtuaku. Tapi jujur, aku suka lihat wajahnya. Teduh dan nyaman”

Seroja mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia berikan selembar foto pada Melany. Disana, tampak seorang lelaki berkemeja putih dan bercelana jeans, berdiri di depan pintu Bir ‘Ali, Mesjid Nabawi. “Abrar”. Jawab Seroja saat Melany menunjukkan foto itu padanya.

“dari situ, rupanya Abrar menghubungi mama dan langsung melamarku. Mulanya aku kaget Mel. Merasa aneh, terlalu dini dan belum lama mengenalnya. Tapi mama bilang, kebaikan harus disegerakan. Lagipula kupikir, Abrar adalah sosok yang unik, berani, bertanggungjawab, dan berkarakter kuat di tengah zaman edan begini, dimana kebanyakan laki-laki ingin pacaran karena untuk mengambil kesempatan. Alasannya sih pengenalan diri. Tapi kan pasti ada pegangan tangan, pelukan, cepika-cepiki. Kalo mujur, ya masih suci. Kalo apes, hamil duluan. Perempuan juga yang rugi”.

“Aku salut sama kamu, Ja. Kamu hebat! Biasanya, perempuan umur 17 tahun kayak kamu ini, lagi seneng-senengnya menikmati masa muda, punya seabrek prestasi dan jadi bunga. Tapi kamu memilih menikah”.

“semua orang juga hebat, Mel. Tergantung dari caranya menilai dan memaknai hidupnya. Kalau aku, ini adalah pilihanku. Orang mau bilang pernikahan ini membuat masa depanku hilang, itu urusan mereka. Itu hak mereka. Sebab aku juga gak bisa menutup mulut manusia dan menyeragamkan pikiran”. Seroja memasukkan kembali foto Abrar ke dalam tasnya. “yang pasti, kamu tak akan tergantikan, selalu ada di hati, meski aku sudah menikah dengan Abrar nanti”

Kedua sahabat ini berjalan meninggalkan kantin sambil tertawa riang menyusuri koridor sekolah. Namun disana, ada setitik luka dan rasa kehilangan yang masih disimpan Melany. Entah sampai kapan akan ia rahasiakan. Sebab ia tak ingin kesedihan menghapus kebahagiaan Seroja jelang hari spesialnya.

Sebelumnya Seroja tak berniat menjalin hubungan dalam dunia percintaan. Ia menganut aloneisme alias paham ‘sendiri tapi tak dalam kesendirian’. Cukup bertemankan buku, musik, keluarga dan kawan-kawan sekitarnya. ‘Tak ada ‘pacaran’ sebelum 23 tahun’, sebutnya suatu kali ketika Pija, seorang Ketua OSIS SMA II menyatakan perasaannya pada Seroja. Begitu juga dengan Romi, anak Kepala Dinas Pendidikan. Hingga Eji, siswa terbandal dan memuakkan di sekolahan karena telah mencetak hatrick: tak naik kelas 3 kali berturut-turut, nekat juga mengungkapkan perasaannya terang-terangan di Majalah sekolah. ‘Berkorban habis-habisan demi Seroja tercinta’ katanya tak tau malu. Pun bernasib sama dengan pendahulunya: Ditolak!!! Khusus untuk Eji, inilah yang dimaksud dengan tak tahu diri. Tak hendak bercermin sebelum melangkahkan kaki.

Namun sekarang, saat ini, pemandangan aneh menyelimuti sekolah 1001 denda itu. Wan ‘alone’ Seroja telah jatuh cinta. Berita hangat, hingga mendapat tempat istimewa. Berita Seroja jatuh cinta menghiasi halaman satu majalah sekolah dengan judul penuh tanya: ‘Siapakah gerangan tambatan hati sang primadona??’. Dicetak dengan huruf Kanji bersize 16, berwarna terang menantang, plus lead konyol:

‘Agaknya malaikat kecil pembawa panah telah menembakkan busurnya tepat sasaran pada hati gadis manis bernama Seroja. Sang gadis pun tak kuasa menahan tusukan panah asmara. Tembok keangkuhan telah diruntuhkan. Manusia mana yang bisa menolak cinta???’

Amboi…

Belum lagi cover majalah itu memuat foto Seroja tengah berbaring di tempat tidur dengan mata bergambar love, wajah merah merona, bibir menyunggingkan senyum semanis madu, dan di sebelah kanannya berdiri seorang dokter dengan kening mengerut, seolah tampak heran dengan penyakit langka pasiennya yang tak terdeteksi. Hasil kerjasama cukup rapi antara Photoshop dengan ide kreatif siswa. Tak berhenti disitu saja, cover majalah tadi diberi judul utama: “Runtuhnya Aloneisme Seroja: Jangan Bilang Tidak, Bila Kita Belum Mencoba”, disadur dari OST sebuah film yang konon kabarnya mendapat predikat ‘Film Terburuk dan Lagu Terburuk’ versi sebuah majalah nasional.

Keadaan ini masih diperparah dengan komentar-komentar siswa yang pernah sakit hati akibat korban penolakan. Paling tidak, pembalasan dendam secara tidak langsung. Begitu menurut mereka. Dan sarana efektif untuk itu adalah media. Seperti komentar Fadil, “Sungguh lidah tak bertulang, ‘alonisme’ Seroja telah tumbang”. Adapun komentar Pija, “Mungkin Seroja terkena pelet mbah gendeng, begitu mengkhawatirkan”. Lain lagi komentar Romi, “Seroja jatuh cinta?, gak salah tuh??”. Komentar Arini, “Pastilah saat ini badan sang putri panas dingin, sakit perut, serta bibir tak henti tersenyum selama sebulan”. Komentar Fransiska tak kalah pedas, “Memangnya, si Seroja sudah 23 tahun ya??”. Komentar Lila, “Seroja? Kapten bola Voly dari kelas 3 IPS itu? Gak ada yang salah sih kalau dia pacaran”, (satu dari tiga komentar yang tidak sentimentil) dan banyak lagi komentar-komentar iseng binti sinis tertulis di KISS –Kreativitas, Intelektualitas, dan Seni Siswa- majalah SMA Lancang Kuning.

Agaknya, disamping nilai komersilnya, trik konyol ini juga digunakan untuk merangsang minat baca siswa yang memang semakin memprihatinkan. Terbukti, majalah yang dulunya dipandang sebelah mata, dijadikan ’payung’ dikala panas dan hujan, atau lebih menyakitkan lagi, menjadi pengganti duster untuk menghapus whiteboard, kini must a read, most wanted hingga sold out. Benar-benar jitu. Peristiwa ini langka terjadi. Awak majalah KISS sampai mengadakan sukuran karena uang kas mereka membuncit kembali. Kalau digambarkan, ibarat kurva, terus menanjak mencapai angka tertinggi. “Amazing” ucap Emily pimpinan redaksi majalah KISS. “KISS tak megap-megap lagi. Semoga berita spektakuler seperti ini terus berhembus”. Tak tanggung-tanggung, di spanduk sukuran tertulis ucapan ‘Thanx a lot Seroja’s our friend, for ur Good Corporation’.

“Astaga…”, Komentar Wana singkat ketika membolak-balik majalah KISS. “Berita tentang Seroja, 2 halaman full..!”

Berbeda dengan Madona, wakil pimpinan redaksi majalah KISS ini sampai menangis sesinggukan. Bukan karena kasihan atas apa yang telah menimpa sahabatnya, tapi terharu karena KISS bisa populer lagi. “Seroja” hik-hik-hik, “Kamu memang” berusaha ia mengatasi sesinggukannya “memang pahlawan” ucapnya terbata-bata sambil memandangi spanduk sukuran. Hik-hik-hik…

Rupanya pernyataan tulus Madona itu terdengar oleh Melany, sahabat kental Seroja yang kemudian seperti biasa, merepet panjang mencela ketololan Madona. “Dasar idiot! Kau pikir majalah dengan berita menyebalkan itu mengandung manfaat? Kalian keterlaluan, tertawa di atas penderitaan orang lain!”

***

Pagi-pagi sekali Seroja datang ke sekolah. Tepatnya di ruangan KISS. Niat hati hendak menjumpai Pimpinan Redaksi Majalah Kiss, namun apa daya, wartawan wanna be itu, (istilah bagi orang yang begitu ambisius dengan suatu hal atau profesi) belum muncul jua batang hidungnya. Ketika ditelpon, suara perempuan di seberang sana malah merepetinya “Telepon yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa hari lagi.”

Kenapa makhluk menyebalkan itu belum datang juga. Batin Seroja.

Tak tahan juga hatinya mendapatkan bentuk rupa kehancuran yang diakibatkan para kuli tinta ini.

Dasar wartawan dobrak. Gadungan. Penggibah kelas fungi. Pastilah ini ulah Emily d Barmy (emily si sinting). Batinnya berkata lagi.

Panas telinganya mendengar komentar sinis kawan-kawan di majalah KISS. Kesabarannya sudah habis. Kemarahannya mencapai titik 50 derajat celcius. Setengah angka lagi mencapai pangkal didih 100 derajat.

Seroja kembali menelpon Emily. Jarinya cekatan bermain pada tombol qwerty blackberry. Sekali tekan pada tombol 9, speed dial, langsung ke nomor contact Emily. “Telepon yang anda tuju sedang”, belum sempat mbak di seberang sana meneruskan kalimatnya, Seroja lebih dulu bertindak, menekan keras tombol ‘End’.

Selang 10 detik, Ha-Pe nya menyanyikan lagu ‘Girl In The Mirror’ nya Britney Spears.

“Ada apa Mel” tanya Seroja sedikit kesal mendapati Melany yang menelpon, bukan Emily.

“Kamu dimana? Adikmu bilang kau sudah pergi pukul 6 tadi.”

“Di Sekolah. Aku sedang menunggu Emily. Kupikir makhluk menyebalkan itu datang cepat seperti biasanya. Bersemayam di ruang redaksi KISS.”

“Ohhoo…” jawab suara serak Melany. “Jangan pernah berharap dia akan datang cepat akhir-akhir ini. Setelah KISS laku keras, dia jadi sedikit lebih santai. Seolah tak ada beban karena berita jatuh cinta mu menggelembungkan dompet mereka. Dia larut dalam euforia agaknya. Kau lihat kan. Betapa bodohnya anak-anak di sekolah kita karena keranjingan mengonsumsi berita murahan!”

“Apa yang harus kulakukan Emily?” tanya Seroja. Ada kesedihan dalam nada suaranya.

“Ok! Saat ini, jangan lakukan apapun. Karena kau hanya akan memperkeruh suasana. Aku paham betul dengan ketidakstabilan emosimu menghadapi hal ini. Tapi jangan bertindak bodoh dan konyol yang mengakibatkan kau akan terpuruk semakin dalam. Tenang saja. I’ll be there for you, sobat. Wait for me 15 minute again!” Perkataan Melany cukup menentramkan hati Seroja. Perlahan derajat kemarahannya menurun pada titik 37 derajat celcius. Karena berada dalam masalah krisis, urusan tunggu menunggu selama 15 menit terasa begitu panjang dan membosankan.

Pukul 06.25 am.

Akhirnya, Suara berat BMW tua Melany terdengar jelas. Muncung sedan biru itu sudah masuk ke gerbang sekolah.

“Don’t be panic girl!!” Teriaknya dari balik kaca mobil tua itu.

Seroja tersenyum getir. Bibir tipisnya membentuk huruf ‘U’ tidak sempurna.

“Dari mana Emily cs. tau cerita kalau aku akan menikah? Padahal aku gak pernah bercerita tentang ini ke siapapun kan? Aku hanya cerita sama kamu Mel. Maaf Mel. Bukannya aku menuduhmu membocorkan rahasiaku. Aku bingung, harus bagaimana menjelaskannya ke mereka”.

“Ok. Mungkin kau berpikir kalau aku telah membocorkan rahasia mu. Itu wajar. Karena hanya ‘aku’ (Melany mengangkat dua jari telunjuk dan dua jari tengahnya, menggoyang-goyangnya dengan cepat untuk membuat tanda kutip pada saat mengatakan aku) yang pernah mendengar ceritamu. Tapi, tidakkah kau berpikir, ada media lain yang bisa menjadi jendela, celah atau bahkan pintu bagi oranglain masuk, untuk mengetahui rahasia mu? Coba ingat-ingat lagi. Siapa tempat curhatmu selain aku?”

Dahi Seroja berkerut. Ia berpikir agak lama, kemudian mulutnya ternganga dan matanya membesar. “Astaga Mel. Bagaimana aku bisa lupa? Blog. Ya… aku telah menulis perasaanku di Blog. Aku menulis puisi tentang Abrar di Blog ku. Dan…”

“Dan Emily cs. telah membacanya” potong Melany sambil mengarahkan telunjuknya ke Seroja. “Itulah maksudku tadi. Setelah kupikirkan, kau pasti menulis ceritamu di blog. Tidak sengaja tentu saja. Tapi jika kau ingin rahasiamu terjaga, maka cukuplah kau menuliskannya di diary kemudian menyimpannya di brankas yang memakai tombol pengaman. Dan kode-kode pada tombol pengaman itu hanya kau sendiri yang tahu. Maksudnya, jangan ceroboh! Ok?!”

Seroja diam. Pasrah diceramahi Melany.

“Kalau boleh kukatakan, Emily cs. gak salah. Itu memang tugas mereka sebagai ‘jurnalis’ (kembali Melany mengangkat dua jari telunjuk dan dua jari tengahnya, menggoyang-goyangnya dengan cepat untuk membuat tanda kutip) majalah Kiss bukan? Mereka hanya kurang profesional. Seharusnya mereka konfirm dulu ke kamu sebelum menulis berita itu. Agar tak ada yang dirugikan. Dan mungkin beritanya bisa lebih keren lagi ya!” Melany tertawa melihat kecemasan di wajah Seroja. “sudah deh.. jangan sedih begitu. Cantiknya hilang”.

Seroja masih diam.

“Menikah itu ibadah dan sunnah, kan? Jadi, tak perlu disembunyikan. Gak ada yang salah dengan pernikahanmu. Karena kau menikah bukan by accident. Tapi karena kalian ingin menjadikan hubungan itu halal dan suci. Tidak mendahului kenikmatan!”

“Jadi,”

Seakan mengetahui isi kepala Seroja, “Menurutku kau gak perlu mengadakan konferensi pers. Kapan acara pernikahanmu?”tanya Melany.

“Minggu depan. Karena Abrar baru bisa pulang ke Indonesia setelah sidang skripsinya di Al-azhar. Untuk urusan pernikahan, semuanya sudah beres di handle orangtua ku dan keluarga Abrar. Kami hanya perlu rileks untuk pesta nanti. Ya, paling juga persiapan kecil”. Jawab seroja lirih.

“Antar saja undangannya ke sekolah। Satu untuk guru-guru, satu untuk mading, satu untuk kelas kita dan satu untuk majalah KISS. Aku yakin, gak akan ada lagi fitnah. Well, Aloenisme Seroja sudah tumbang! Kamu sudah pacaran! Tapi, pacaran setelah menikah. Mereka akan melihat kau dan Abrar di pelaminan nanti. Surprise!! Saranku, kenalkan Abrar pada mereka. Biar mereka tahu siapa Abrar. Juga untuk antisipasi agar mereka tak menulis yang bukan-bukan.”

“Hmm…thanx ya Mel. Tadinya aku ingin menyebarkan undangan satu hari sebelum pesta. Agar tidak terlalu heboh. Dan juga, aku ingin lebih lama bersama kalian. Aku ingin semuanya terlihat normal. Aku tak ingin waktu satu minggu jadi terasa menyedihkan karena harus berpisah dengan kalian”. Seroja menimang-nimang blackberry Onixnya. Mengalihkan perhatian Melany agar tak melihat buliran bening menggenangi pelupuk matanya. Namun, air bening itu tak bisa lagi berkompromi dengan pemiliknya. Hanya sekali kedipan mata, airmata mengalir membasahi pipi Seroja.

Mereka saling membisu, diam beberapa saat. Suara burung gereja mengisi kekosongan itu dengan kicaunya. Agaknya mereka bergosip. Mereka terbang jauh, kemudian bertengger di kabel listrik. Sesekali kafilah penerbang itu hinggap di atap sekolah.

Sedang Melany, menunduk menekuri sneakers hitamnya. Membetulkan tali sepatu yang tidak lepas.

“Setelah itu, kau langsung ke Kairo kan?” Tanya Melany memecah keheningan yang hadir cukup lama hadir diantara mereka. Ia masih membetulkan sepatunya. Kali ini suaranya aneh. Seperti tercekat di tenggorokan.

“nggak Mel. Aku kan juga harus ikut ujian nasional, trus ikut promnite sama kamu dan teman-teman yang laen. Aku juga musti ngambil ijasah. Kan sudah kelas 3. Sayang kalo ditinggalin. Setelah semuanya beres, baru aku berangkat ke Kairo sama Abrar dan tinggal disana untuk ngelanjutin kuliah. Jadi, maksud orangtuaku mengadakan acara pernikahan, sekalian untuk acara perpisahan, hari terakhirku di sekolah.”

“Hmm… Minggu depan tak lama lagi ya! Tinggal menghitung hari. Dan kau pun sudah resmi jadi seorang istri ujar Melany dengan senyum dipaksakan untuk mengusir kesedihan. Spontan ia memeluk Seroja. Erat. Seakan tak ingin ia lepaskan sahabat dekatnya itu. Airmata yang sejak tadi ia tahan tak bisa dicegah untuk tak tumpah.

“Aku pasti merindukan mu, Ja!”.

0 komentar:

Post a Comment

 
Free Host | lasik eye surgery | accountant website design