Beberapa hari belakangan bahkan hingga kini, Mobil Kiat Esemka Rajawali atau Kiat Esemka sebagai hasil karya siswa SMKN 2 Solo dan SMK Warga Solo masih mendengung di telinga. Berbagai pemberitaan mengenai digdaya tunas muda Indonesia ini menghiasi halaman media, baik skala lokal maupun nasional. Bahkan beberapa media asing seperti halnya Aljazeera pun ikut berlomba mewartakan mobil Kiat Esemka yang kini dipakai Walikota Solo, Joko Widodo sebagai mobil dinasnya.
Mengapa Esemka bisa muncul ke permukaan? Apa sebenarnya yang menjadi kelebihan mobil Esemka? Tak lain adalah karena Esemka dibuat dengan konsep SUV yang mampu menampung 7 orang penumpang, muatannya lebih banyak dari kapasitas mobil SUV lainnya.
Terang saja ukurannya sedikit jumbo, dengan lebar 1,69 meter dan tinggi 1,630 meter. Dengan interior yang cukup luas, Esemka mampu memuat lebih banyak penumpang dan barang dengan nyaman. Dilengkapi mesin 1.500cc tipe SOHC dengan multi point injection 4 silinder mesin, Esemka mampu menghasilkan tenaga 105HP pada 5.500 RPM. Meski demikian, kemampuan ini masih kalah dari kebanyakan mobil SUV lainnya. Selain itu, Esemka juga belum dilengkapi dengan fitur airbag.
Cukup menggemparkan mengingat Esemka hadir di tengah-tengah kondisi negara dengan tingkat korupsi yang amat mencengangkan, masalah kriminalitas ibarat kran bocor yang tak pernah berhenti mengucur, diperparah lagi dengan isu pelanggaran HAM dan SARA seperti tragedi Mesuji, Sampang, Bima, dan lainnya.
Mari kita berpindah cerita menuju Sumatera Utara. Meski bukan mobil, tapi setidaknya pelajar SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Sumatera Utara, mampu menghasilkan sesuatu yang membanggakan, unjuk kebolehan berupa karya nyata yang tidak sekedar karya kata.
Tunas-tunas muda ini telah menghasilkan Ribuan netbook yang ditempel merek SMK Zyrex dengan waktu tak kurang dari 15 menit untuk merakit satu unit. Menurut Atan Barus, kepala Technical support sekaligus guru SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, sedikitnya sudah hampir 5000 netbook dan Personal Computer (PC) yang berhasil dirakit. Pada Tahun Pelajaran (TP) 2010/2011 lalu, SMK Percut ini mampu menghasilkan rakitan hingga mencapai 2.836 unit netbook. Angka yang semestinya cukup fantastis dan membanggakan meski minim pemberitaan.
Tahun demi tahun SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan terus dipercaya oleh Kemendikbud untuk meng-counter proyek rakit netbook ini hingga TP 2010/2011 dengan nama produk ‘SMK Zyrex.’.
Tak hanya SMK Negeri 1 Percut saja, rupanya masih banyak lagi karya anak bangsa yang bisa dikatakan ‘ciptaan’ tersebut, yang merupakan suatu terobosan signifikan, namun mengendap begitu saja di ruang kerja atau tergeletak pasrah di ruang tanpa kamera (baca: tanpa sorotan media). Seperti penemuan SMKN 2 Medan berupa mesin Computer Neumerical Control (CNC) untuk jenis mesin milling dan late, alat cuci tangan otomatis, dan alat pendeteksi gempa. Atau siswa SMKN 3 Medan yang membuat cairan pembersih lantai, Shampoo kendaraan, Cairan pencuci piring dan lain-lain. Atau juga para pelajar SMK Panca Budi 2 Medan yang mematenkan merek Juman Bakery untuk roti yang mereka buat sendiri dengan tepung mocaf.
Mirisnya, hasil karya tersebut paling banter terdampar di kantor-kantor pemerintahan setempat, dikonsumsi sesama siswa dan masyarakat terdekat, berserak di ruang pameran, bertengger di lapak bazar, tanpa tindaklanjut kepada pengembangan dan penyebarluasannya (baca: penjualan).
Mungkin masih banyak siswa-siwa di luar sana yang karyanya ada, namun tenggelam di antara tumpukan file dan Lembar Kerja Siswa.
Karena itu, sudah seharusnya penemuan yang tak bisa dianggap remeh ini menjadi tugas penting pemerintah untuk lebih andil membakar energi tunas muda dalam menghasilkan sesutu yang bermanfaat bagi rakyat, dimana pemerintah telah ditabalkan sebagai perpanjangan tangan pemuda.
Thus, mungkin saja pemerintah dan stake holdernya masih ‘bingung’ menanggulangi dan mengarahkan hasil karya anak bangsa ini, karena disibukkan dengan mereparasi dan membenahi roda sistem birokrasi sejak ‘ditinggal’ oleh Kepala Provinsi. Atau boleh jadi, masalah kesehatan dan perekonomian menjadi program utama pemerintah, hingga perkara ‘cipta mencipta’ dinomor sekiankan. Ditambah pula kurangnya perhatian dan publikasi dari pihak-pihak terkait tentang hasil ‘kerja otak’ tersebut.
Namun, bersikap positip sajalah. Karena jika positivisme dalam memandang negara ini kita matematiskan, maka saya berada di posisi pertama yang percaya, bahwa Indonesia akan berhasil mencapai kecemerlangan masadepannya, dan Provinsi Sumatera Utara khususnya.
Kendatipun, pelajar-pelajar kita tak seharusnya surut dan mundur dengan kurangnya perhatian dari pemerintah. Jangan pernah salahkan lingkunganmu. Kitalah yang harus bangkit menyemangati diri untuk lebih tangguh meraih impian, dan lebih siap menggapai cita. Sebab berkarya bukan semata untuk dihargai, melainkan untuk mencapai kepuasan diri. Apresiasi memang penting. Akan tetapi lebih penting lagi menjadi sosok bermanfaat bagi umat.
Saya teringat dengan kutipan salah seorang bapak Founding fathers yang juga Presiden pertama Indonesia:
“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali “. (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno).
Mari kawan! Teruslah berjuang. Biarkan sinarmu menembus dunia, biarkan bias cahayanya berpendar di angkasa, hingga tak seorangpun yang akan sanggup untuk tidak melihat kilaunya.
0 komentar:
Post a Comment