c'mon comrade

Friday, January 6, 2012

filter

Kalau ide dan pemikiran liar sedang kumat, pasti tak mengenal tempat. Seperti gulma yang hobi merambat kemana-mana. Di pagar, sangkar burung, genteng, pohon tomat, dan di segala tempat manapun ia ingin. Jika memang tumbuh hingga batas umur, ya tumbuh. Jika riwayatnya tamat, apa boleh buat. Mari mencari tempat (lagi) untuk merayap. Kira-kira persis begitulah cara tumbuh pikiran itu. Bisa kapan saja dan dimana saja. Bedanya adalah, ketika sudah tumbuh, sebaiknya pemikiran liar tadi dirawat dengan menaruhnya di blocknote, menyimpannya di draft message, mengendapkannya di gadget, kemudian menyempurnakannya di leppy. Biar meninggalkan tanda bahwa kita pernah punya pemikiran liar yang meski sederhana, namun ‘kita’ pemiliknya. Sangat berharga jika hilang begitu saja. Sedangkan gulma, karena gak bisa menyelamatkan diri, makanya ia habis dibabat sama ayah pake celurit dan cangkul. Mati sia-sia…

So, menulislah comrade

Sudah menjadi kebiasaan muncung (bukan bawaan orok loh) jika mendengar cerita dari luar langsung nyambar. Bukan itu saja. Bahkan bisik-bisik tetangga yang belum tau kebenarannya juga diterima, ditelan bulat-bulat tanpa filter. Itu dulu. Sekarang juga begitu. ^_^ , hahay.. becanda kok. Sudah berubah lah. Yang begituan sudah lama saya tinggalkan, meski kadang suka terpancing juga kalau dengar teman curhatin pribadi oranglain. Tapi cepat-cepat istighfar dalam hati, kemudian ngeloyor pergi. Takut dosa.

Semakin kedepan, kelakuan semacam itu perlahan menghilang. Gantinya ya penasaran. Rasanya pingin caritahu sama si tukang cerita tentang yang diceritain. Mau tanya-tanya dan interogasi. Tapi kalau dipikir-pikir, gak ada gunanya. Dengan demikian, rasa penasaran ditutup *ketokpalutigakali*

Belajar hidup, tujuannya adalah bagaimana membiarkan diri tumbuh dan tumbuh, menjadi dewasa menyikapi segala hal, lebih arif, sabar dan tenang, mampu mengontrol emosional darah muda yang meldak meletup bak lumpur lapindo. Tentunya, membaca setiap langkah dan pergerakan baik dari diri sendiri maupun orang lain.

Satu dari banyak hal yang secara tak sengaja saya belajar darinya (makhluk paling bungsu di rumah kami) adalah mem-filter. Sebenarnya adik saya ini lebih sering menyebalkan dari pada menyenangkan. Hobinya joking till rolling. Omongannya 25% serius. Sisanya, pikir sendiri, comrade.

Nah, tadi pagi saya kepikiran tentang kelakuan adik saya ini. Dia suka bicara main-main---main-main bicara. Seperti pernah dia bilang bahwa gadget tablet teman saya hilang waktu surfing di warnet sebelah. Rupanya bukan tablet gadget maksudnya, tapi tablet (obat) yang sering dikonsumsi kalau sakit. Pernah pula katanya, ada orang tabrakan di jalan dengan kondisi kepala tercabut dari leher. Ketika saya konfirmasi ulang, dia pun mengatakan itu hanya kemungkinan. Karena dia juga mendengar desas-desus tersebut dari orang. Aneh-aneh saja tingkahnya. Jadi setiap kali dia bicara, saya tak lagi asal serap. Setiap informasi yang dia berikan saya pikir berulang-ulang. Kemudian baru saya tanyakan.

Lama kelamaan hal demikian tersebut ter-praktekkan juga pada orang lain. Jadi, setiap kali teman saya bercerita, saya selalu mem-filter perkataannya. Me-kroscek (jika hal penting) kebenarannya. Tapi jika tak ada hubungannya dengan saya dan keluarga, saya diam saja sambil pura-pura asik mendengarkan, agar teman saya itu tak tersinggung. Sikap saya itu khusus urusan pribadi sih. Kalau masalah politik, ekonomi-bisnis, pendidikan, dan kemanusiaan, tanpa dipancing pun signal telinga saya akan stand-up sukarela.

Begitulah. Selalu saja ada manfaat orang lain terlepas dari sisi positiv dan negativ-nya. Dan saya, lebih bersedia mencari dan menemukan manfaat dari keduanya, ketimbang mengeluh menghadapinya. Saya ingin memandang semua orang berharga, ingin mengambil hikmah dari kedua sisi tadi.

Semoga Allah meluruskan dan mengukuhkan niat saya. Amiinn…

inilah adik saya itu...


1 komentar:

Dinna F. Noris said...

si lili Oon... hihihhihihi

Post a Comment

 
Free Host | lasik eye surgery | accountant website design